trima kasih sudah mampir di blog saya dan jangan bosan mampir yaaa

Rabu, 12 Juni 2013

Kata Tabu


KATA “TABU”

A.   Pengertian Tabu
Tabu (berasal dari bahasa Polinesia, taboo) adalah larangan sakral untuk tidak menyentuh, menyebut atau melihat obyek-obyek dan orang-orang tertentu, dan juga tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu; jika larangan sakral ini dilanggar akan mendatangkan berbagai bentuk kerusakan.
Menurut Oxford Dictionary (1995:421)), tabu adalah sesuatu yang dilarang dan hal itu melanggar norma agama atau keyakinan dan adat di dalam sebuah masyarakat.
Sedangkan Wardaugh (1986:87) menyatakan bahwa tabu adalah sebuah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pencelaan atau penghinaan di dalam sebuah masyarakat yang mungkin sebagian dari kepercayaan atau adat dapat melecehkan anggota masyarakat tersebut.
Menurut Matthews (1997:371), tabu adalah kata-kata yang diketahui oleh penutur tetapi dihindari dalam sebagian atau semua bentuk atau konteks dalam sebuah tuturan, karena alsan agama, kepantasan, kesantunan, dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tabu adalah kata-kata yang sepatutnya tidak pantas untuk kita ucapkan atau kita lakukan di dalam masyarakat. Maka, sebaiknya kata tabu dihindari dan tidak digunakan dalam pergaulan di masyarakat.
Seperti di Zulu,Afrika, dalam bahasa Zulu ada bunyi tertentu yang ditabukan, yaitu bila ada kata-kata mengandung bunyi /z/, si wanita tidak  akan dapat menggunakan kata seperti amanzi (air). Maka harus mengubahnya menjadi amandabi.
Contoh lain yakni, kita menggunakan kata “bapak” dan “ibu” untuk memanggil kedua orang tua. Dan akan tidak sopan apabila kita memanggil orang tua dengan kata ganti ‘kowe’ atau dengan menyebut namanya secara langsung.
Kata yang tidak boleh dilafalkan yakni kata tabu berkaitan dengan Eufemisme, yakni penghalusan. Maksudnya kata tabu membutuhkan kata lain yang lebih halus untuk diungkapkan pada saat berinteraksi atau bergaul dengan masyarakat. Kata Euphemism berasal dari bahasa yunani, yakni Eu artinya “baik,bagus” dan pheme artinya “ucapan”.

B.   Jenis-jenis Tabu
Tabu memegang peranan penting dalam bahasa yang msalah ini disinggung dalam ilmu semantic. Ilmu ini memperhatikan tabu sebagai penyebab berubahnya makna kata. Sebuah kata yang ditabukan tidak dipakai, kemudian digunakan kata lain yang sudah mempunyai makna sendiri. Akibatnya kata yang tidak ditabukan itu memperoleh beban makna tambahan.
Berdasarkan motivasi psikologis, kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni tabu bersumber pada ketakutan (taboo of fear), tabu yang berhubungan dengan sesuatu yang genting dan tidak mengenakkan (taboo of delicacy), dan tabu yang bersumber pada yang tidak pantas dan tidak santun (taboo of propriety).

1.     Taboo Of Fear (الخوف و الفزع )
Berhubungan dengan subjek dan objek yang bersifat supernatural telah menyebabkan larangan untuk menyebutkan nama secara langsung. Misalnya untuk menyebut nama Tuhan atau Allah, orang Inggris menyapa dengan Lord, orang Prancis dengan Seigneur, orang Jawa dengan Gusti, orang Sikka dengan Amapu (Bapak Sang Pemilik), atau ‘Yang Di Atas’.
Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu terhadap siapa saja yang berkunjung di pantai tersebut dengan memakai pakaian yang berwarna hijau. Hal itu disebabkna karena banyak dari mereka percaya bahwa makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yaitu Nyi Roro Kidul, yang terkenal sebagai Ratu Pantai Selatan tidak suka dengan pengunjung yang mengenakan pakaian berwarna hijau dan dipercaya akan ada dampak buruk bagi yang melanggarnya.
Contoh lain seperti pada masyarakat Sunda (Ciamis), kelelawar tidak boleh disebut ‘lalay’, tetapi ‘buah labu’.

2.      Taboo Of Delicacy  (التلطف والتأدب )
Usaha manusia untuk menghindari penunjukan langsung kepada hal-hal yang tidak mengenakkan dan sesuatu yang genting, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian, dll.
Penyakit yang sedang diderita oleh seseorang adalah suatu hal yang tidak mengenakkan bagi yang menderitanya. Penyakit-penyakit yang notabennya bersifat menjijikkan lazimnya dengan penyebutan Desfemistis (kata-kata yang tabu/tidak enak didengar), dan sebaiknya diganti dengan bentuk penyebutan eufimisme. Contoh pengungkapan penyakit yang akan tidak mengenakkan untuk didengar seperti ayan, kudis, borok, maka hendaknya nama penyakit tersebut diganti dengan bentuk eufimistik agar enak untuk didengar seperti epilepsy, scabies dan abses.
Ada beberapa nama penyakit yang merupakan cacat bawaan sejak lahir atau karena suatu hal seperti buta, tuli, bisu, dan gila. Maka dieufimismekan dengan kata tunanetra, tunarungu, tunawicara, dan tunagrahita.
Dalam bahasa Arab tabu tentang tema kematian. Orang-orang Arab di banyak daerah cenderung menghindari penggunaan kata مات (ia telah mati). Mereka menggantinya dengan kata-kata lain yang tampak lebih enak didengar dan nyaman dirasakan, seperti انتقل الى جوار ربه ، توفاه الله ، أسلم الروح ، قضى نحبه ، رحمه الله

3.     Taboo Of Propriety الخجل و الإحتشام) )
Tabu jenis ini berhubungan dengan seks, beberapa fungsi dari organ tubuh, serta beberapa kata makian atau sumpah serapah atau lainnya yang tidak pantas atau tidak santun untuk diucapkan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya kata pelacur, kata ini kurang enak didengar telinga. Maka kata pelacur dieufemismekan menjadi tunasusila.
Kata tabu yang berhubungan dengan kata-kata yang tidak santun sperti, “Makan!” (menyuruh makan), diganti dengan urutan kata “silakan makan” atau “silakan bersantap”. Kata WC, toilet, kaskus, tidak sopan bila diucapkan pada waktu orang sedang makan, kata-kat ini diganti dengan kamar kecil atau kamar belakang.
Dalam bahasa Arab, bahasa Arab tabu berkaitan dengan organ-organ genital dan aktivitas seksual. Dalam hal ini, orang Arab tidak menggunakan kata-kata asli yang menjadi tandanya, tetapi menggantinya dengan kata-kata lain yang dapat diterima dan terasa nyaman didengar khalayak umum. Misalnya Dalam al Qur’an, terdapat banyak bentuk kinayah untuk menyatakan “hubungan seksual”, yaitu digunakan kata al harts (ladang), al dukhûl (masuk/campur), al mulâmasah (sentuh), al rafats (bersetubuh), al mubâsyarah (kontak langsung), al ifdlâ’ (mendatangi), dan al nikâh (nikah) sebagaimana terlihat dari ayat-ayat al Qur’an berikut:
-          نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم انى شئـتم (البقرة/223 )
“Istri-istrimu adalah (seperti) ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu bagaimana saja kamu kehendaki”
-         من نسائـكم التي دخـلتم بهن (النساء / 23 )
“Dari istri-istrimu yang telah kamu masuki/campuri
-         اولـمستم النساء (المائدة / 6 )
“Atau kamu menyentuh perempuan”
-         احـل لكم ليلة الصـيام الرفـث الي نسائكم (البقرة / 187 )
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bersetubuh dengan istri-istri kamu”
-         فالئن باشـروهن …. ولا تباـشروهن وانتم عاكـفون في المساجد (البقرة / 187 )
“Maka sekarang kontaklah langsung dengan mereka … janganlah kamu kontak langsung dengan mereka di saat kamu beri’tikaf dalam masjid”
-         وقد افـضى بعـضكم الى بعـض (النساء / 21 )
“Padahal sebagian kamu telah mendatangi sebagian yang lain”
-         فانـكحوهن باذن اهـلهن (النساء /25)
“Karena itu, nikahilah mereka dengan seizin tuan mereka”
Contoh lain yang merupakan proses pentabuan kata yang “hampir sama bunyinya” dengan bunyi kata yang ditabukan itu adalah apa yang pernah terjadi di Malaysia. Di Malaysia kata butuh ditabukan karena dianggap porno. Mantan perdana menteri Pakistan yang bernama Ali Bhutto yang namanya mirip dengan kata butuh itu kemudian disebut atau dilafalkan Ali Bhatto.

DAFTAR PUSTAKA
Al Sayyid, Shabry Ibrâhîm. 1995, ‘Ilm al Lughah al Ijtima’iy: Mafhûmuh wa Qadlâyâh, (Iskandariyah: Dâr al Ma’rifah al Jâmi’iyyah).
Dimyathi, M. Afifuddin. 2010. Ilmu al-lughah al-ijtima’yah. (Surabaya: Matba’ah Darul Ulum Al-lughowiyah).
Djajasudarma , Fatimah. 1999. Semantik 2. (Bandung: PT Refika).
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. (Yogyakarta: Pustaka Belajar) .
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. (Jakarta: Erlangga).
Pateda, Mansoer. 2001.  Semantik Leksikal. (Jakarta: Rineka Cipta).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar