KATA
“TABU”
A.
Pengertian
Tabu
Tabu (berasal dari bahasa Polinesia,
taboo) adalah larangan sakral untuk tidak menyentuh, menyebut atau
melihat obyek-obyek dan orang-orang tertentu, dan juga tidak melakukan
tindakan-tindakan tertentu; jika larangan sakral ini dilanggar akan
mendatangkan berbagai bentuk kerusakan.
Menurut Oxford Dictionary (1995:421)), tabu adalah sesuatu yang
dilarang dan hal itu melanggar norma agama atau keyakinan dan adat di dalam
sebuah masyarakat.
Sedangkan Wardaugh (1986:87) menyatakan bahwa tabu adalah sebuah
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pencelaan atau penghinaan di dalam
sebuah masyarakat yang mungkin sebagian dari kepercayaan atau adat dapat
melecehkan anggota masyarakat tersebut.
Menurut Matthews (1997:371), tabu adalah kata-kata yang diketahui
oleh penutur tetapi dihindari dalam sebagian atau semua bentuk atau konteks
dalam sebuah tuturan, karena alsan agama, kepantasan, kesantunan, dan
sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tabu adalah kata-kata yang
sepatutnya tidak pantas untuk kita ucapkan atau kita lakukan di dalam
masyarakat. Maka, sebaiknya kata tabu dihindari dan tidak digunakan dalam
pergaulan di masyarakat.
Seperti di Zulu,Afrika, dalam bahasa Zulu ada bunyi tertentu
yang ditabukan, yaitu bila ada kata-kata mengandung bunyi /z/, si wanita
tidak akan dapat menggunakan kata
seperti amanzi (air). Maka harus mengubahnya menjadi amandabi.
Contoh lain yakni, kita menggunakan kata “bapak” dan “ibu” untuk
memanggil kedua orang tua. Dan akan tidak sopan apabila kita memanggil orang
tua dengan kata ganti ‘kowe’ atau dengan menyebut namanya secara langsung.
Kata yang tidak boleh dilafalkan yakni kata tabu berkaitan dengan
Eufemisme, yakni penghalusan. Maksudnya kata tabu membutuhkan kata lain yang
lebih halus untuk diungkapkan pada saat berinteraksi atau bergaul dengan
masyarakat. Kata Euphemism berasal dari bahasa yunani, yakni Eu artinya
“baik,bagus” dan pheme artinya “ucapan”.
B.
Jenis-jenis
Tabu
Tabu memegang peranan penting dalam bahasa yang msalah ini disinggung
dalam ilmu semantic. Ilmu ini memperhatikan tabu sebagai penyebab berubahnya
makna kata. Sebuah
kata yang ditabukan tidak dipakai, kemudian digunakan kata lain yang sudah
mempunyai makna sendiri. Akibatnya kata yang tidak ditabukan itu memperoleh beban
makna tambahan.
Berdasarkan motivasi psikologis,
kata-kata tabu muncul minimal karena tiga hal, yakni tabu bersumber pada
ketakutan (taboo of fear), tabu yang berhubungan dengan sesuatu yang
genting dan tidak mengenakkan (taboo of delicacy), dan tabu yang
bersumber pada yang tidak pantas dan tidak santun (taboo of propriety).
1.
Taboo Of Fear (الخوف و الفزع )
Berhubungan dengan subjek dan objek yang bersifat supernatural
telah menyebabkan larangan untuk menyebutkan nama secara langsung. Misalnya
untuk menyebut nama Tuhan atau Allah, orang Inggris menyapa dengan Lord,
orang Prancis dengan Seigneur, orang Jawa dengan Gusti, orang
Sikka dengan Amapu (Bapak Sang Pemilik), atau ‘Yang Di Atas’.
Di Indonesia, masyarakat Pantai Selatan pulau Jawa memandang tabu
terhadap siapa saja yang berkunjung di pantai tersebut dengan memakai pakaian
yang berwarna hijau. Hal itu disebabkna karena banyak dari mereka percaya bahwa
makhluk ghaib Penguasa Laut Selatan yaitu Nyi Roro Kidul, yang terkenal sebagai
Ratu Pantai Selatan tidak suka dengan pengunjung yang mengenakan pakaian
berwarna hijau dan dipercaya akan ada dampak buruk bagi yang melanggarnya.
Contoh lain seperti pada masyarakat Sunda (Ciamis), kelelawar tidak
boleh disebut ‘lalay’, tetapi ‘buah labu’.
2.
Taboo Of Delicacy (التلطف والتأدب )
Usaha manusia untuk menghindari
penunjukan langsung kepada hal-hal yang tidak mengenakkan dan sesuatu yang
genting, seperti berbagai jenis penyakit dan kematian, dll.
Penyakit yang sedang diderita oleh
seseorang adalah suatu hal yang tidak mengenakkan bagi yang menderitanya.
Penyakit-penyakit yang notabennya bersifat menjijikkan lazimnya dengan
penyebutan Desfemistis (kata-kata yang tabu/tidak enak didengar), dan
sebaiknya diganti dengan bentuk penyebutan eufimisme. Contoh pengungkapan
penyakit yang akan tidak mengenakkan untuk didengar seperti ayan, kudis,
borok, maka hendaknya nama penyakit tersebut diganti dengan bentuk
eufimistik agar enak untuk didengar seperti epilepsy, scabies dan abses.
Ada beberapa nama penyakit yang merupakan
cacat bawaan sejak lahir atau karena suatu hal seperti buta, tuli, bisu, dan
gila. Maka dieufimismekan dengan kata tunanetra, tunarungu,
tunawicara, dan tunagrahita.
Dalam bahasa Arab tabu tentang tema
kematian. Orang-orang Arab di banyak daerah cenderung menghindari penggunaan
kata مات (ia telah mati). Mereka menggantinya
dengan kata-kata lain yang tampak lebih enak didengar dan nyaman dirasakan,
seperti انتقل
الى جوار ربه ، توفاه الله ، أسلم الروح ، قضى نحبه ، رحمه الله
3. Taboo Of
Propriety الخجل و الإحتشام) )
Tabu jenis ini berhubungan dengan
seks, beberapa fungsi dari organ tubuh, serta beberapa kata makian atau sumpah
serapah atau lainnya yang tidak pantas atau tidak santun untuk diucapkan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya kata pelacur, kata ini kurang enak didengar
telinga. Maka kata pelacur dieufemismekan menjadi tunasusila.
Kata tabu yang berhubungan dengan kata-kata yang tidak
santun sperti, “Makan!” (menyuruh makan), diganti dengan urutan kata “silakan
makan” atau “silakan bersantap”. Kata WC, toilet, kaskus, tidak sopan
bila diucapkan pada waktu orang sedang makan, kata-kat ini diganti dengan kamar
kecil atau kamar belakang.
Dalam bahasa Arab, bahasa Arab tabu
berkaitan dengan organ-organ genital dan aktivitas seksual. Dalam hal ini,
orang Arab tidak menggunakan kata-kata asli yang menjadi tandanya, tetapi
menggantinya dengan kata-kata lain yang dapat diterima dan terasa nyaman
didengar khalayak umum. Misalnya Dalam al Qur’an, terdapat banyak bentuk kinayah
untuk menyatakan “hubungan seksual”, yaitu digunakan kata al harts
(ladang), al dukhûl (masuk/campur), al mulâmasah (sentuh), al
rafats (bersetubuh), al mubâsyarah (kontak langsung), al ifdlâ’
(mendatangi), dan al nikâh (nikah) sebagaimana terlihat dari ayat-ayat
al Qur’an berikut:
-
نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم انى شئـتم
(البقرة/223 )
“Istri-istrimu adalah (seperti) ladang bagimu, maka
datangilah ladangmu itu bagaimana saja kamu kehendaki”
-
من نسائـكم التي دخـلتم بهن (النساء / 23 )
“Dari istri-istrimu yang telah kamu masuki/campuri”
-
اولـمستم النساء (المائدة / 6 )
“Atau kamu menyentuh perempuan”
-
احـل لكم ليلة الصـيام الرفـث الي نسائكم (البقرة / 187 )
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bersetubuh
dengan istri-istri kamu”
-
فالئن باشـروهن …. ولا تباـشروهن وانتم عاكـفون في المساجد (البقرة / 187 )
“Maka sekarang kontaklah langsung dengan mereka …
janganlah kamu kontak langsung dengan mereka di saat kamu beri’tikaf
dalam masjid”
-
وقد افـضى بعـضكم الى بعـض (النساء / 21 )
“Padahal sebagian kamu telah mendatangi sebagian yang
lain”
-
فانـكحوهن باذن اهـلهن (النساء /25)
“Karena itu, nikahilah mereka dengan seizin tuan
mereka”
Contoh lain yang merupakan proses
pentabuan kata yang “hampir sama bunyinya” dengan bunyi kata yang ditabukan itu
adalah apa yang pernah terjadi di Malaysia. Di Malaysia kata butuh
ditabukan karena dianggap porno. Mantan perdana menteri Pakistan yang bernama Ali
Bhutto yang namanya mirip dengan kata butuh itu kemudian disebut atau
dilafalkan Ali Bhatto.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Sayyid, Shabry Ibrâhîm. 1995, ‘Ilm al Lughah al Ijtima’iy: Mafhûmuh wa
Qadlâyâh, (Iskandariyah: Dâr al Ma’rifah al Jâmi’iyyah).
Dimyathi, M.
Afifuddin. 2010. Ilmu al-lughah al-ijtima’yah. (Surabaya: Matba’ah Darul
Ulum Al-lughowiyah).
Djajasudarma ,
Fatimah. 1999. Semantik 2. (Bandung: PT Refika).
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. (Yogyakarta: Pustaka
Belajar) .
Parera, Jos
Daniel. 2004. Teori Semantik. (Jakarta: Erlangga).
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. (Jakarta: Rineka Cipta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar