Pandangan
Pancasila Sebagai System Etika
Dalam
PEMILU
Menurut Suseno (1987), Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Secara etimologis, etika berasal
dari bahasa Yunani yaoitu “etos” yang berarti adat istiadat aau kebudayaan.
Etika erat kaitannya dengan tata cara hidup, kebiasaan hidup yang baik di anut
dan di wariskan dari generasi ke generasi. Etika seringkali disebut dengan
moral, padahal kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Moral berasal
dari bahasa Latin “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “mores” yang memiliki arti
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan) dan menghindari hal-hal yang buruk.[1]
Etika merupakan ilmu yang membahas
dan mengkaji persoalan benar dan salah, baik buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lain.[2]
Sedangkan, moral merupakan suatu ajaran yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia.
Pancasila merupakan dasar negara
Indonesia yang memiliki peranan penting di semua aspek kehidupan masyarakat
Indonesia. Dan pancasila memiliki andil besar dalam perwujudan suatu system
etika yang baik di negara Indonesia ini, yaitu beretika disetiap perbuatan kita
yang sejatinya tercantum dalam pancasila sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”.
Adapun
penjabaran mengenai nilai-nilai dasar pancasila, sebagai berikut:[3]
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pencipta alam semesta.
2. Nilai Kemanusiaan yang adil dan
beradab, mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3. Nilai Persatuan Indonesia,
mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina
rasa nasionalisme dalam Negara Republik Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengandung arti
suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
5.
Nilai Keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia, mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya
masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniyah.
Berdasarkan
UU No. 15 Tahun 2011 Pasal 1 angka 1, pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum,
bebas, ragasia, jujur dan adil dalam Negara kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dewasanya,
pancasila sebagai etika politik seharusnya menjadi dasar pada saat melakukan
pemilihan umum (Pemilu), namun tidak pada kenyataannya. Sekarang etika politik
tidak berlaku bagi para elit politik dan masyarakat pada saat pemilihan umum,
yang kemudian melahirkan banyak penyimpangan-penyimpangan. Seperti calon
pejabat dalam pemilu yang menggunakan cara politik uang (money politic)
yang menjadi senjata bagi mereka guna mencapai ambisi dan keinginan mereka.
Tidak
di pungkiri, bahwa maraknya aktivitas money politic dalam
setiap perhelatan pemilu satu dekade belakangan ini, telah berdampak pada
terbentuknya karakter pemilih pemilu yang menjadikan kebendaan semata seperti
uang, beras, dan sejenisnya sebagai dasar dalam menyalurkan hak suara serta
menentukan pilihan pada saat pemilu. Money politic masih saja terjadi dikarenakan para elite politik dilanda
penyakit pragmatisme politik. Mereka masuk dalam jabatan-jabatan politik untuk
mengabdi atau untuk mewujudkan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan
bangsa. Akan tetapi mereka masuk untuk memperkaya diri, yang tidak kaya
kemudian mencari status. Jadi semata-mata untuk kepentingan diri sendiri bahkan
kelompok dan golongan.[4]
Sebab para
petinggi Negara melakukan politik uang (money politic) yaitu persaingan
yang ketat antara peserta calon petinggi, dimana banyaknya yang menjadi calon
petinggi yang memiliki hasrat yang sama untuk menjadi pemimpim. Hal itu
dilakukan agar mendapatkan simpati masyarakat atau mendapatkan suara rakyat.
Dampak
yang terjadi dari adanya politik uang (money politic) adalah dapat merusak mental
masyarakat, dimana hal itu mengajarkan kepada masyarakat untuk melakukan
kebohongan atau ketidakjujuran dan kecurangan dalam berpolitik. Selain itu juga
merusak system demokrasi atau system pemerintahan kita, dimana hal tersebut
melanggar dan menyimpang jauh dari nilai-nilai pancasila.
Adapun
berbagai alasan mengapa masyarakat menerima adanya penyimpangan-penyimpangan
dalam politik, salah satunya adanya politik uang, yang terjadi yaitu rendahnya
pendidikan sehingga wawasan mengenai etika berpolitik kurang, tingkat ekonomi
yang rendah serta ketidakpedulian rakyat terhadap pemerintahan yang disebabkan
kecewanya masyarakat akan janji-janji para petinggi Negara yang hanya isapan
jempol saja.
Cara mengantisipasi praktik politik
uang ini bisa saja dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat
mengenai nilai-nilai pancasila lebih mendalam lagi. Misalnya dalam pemilu para
masyarakat memilih calon-calon pemimpin berdasarkan hati nurani. Mengadakan
sosialisasi anti politik uang dan pendidikan politik masyarakat, penyadaran serta
pembelajaran politik dapat mencegah adanya politik uang.
Selain itu, dapat juga dengan mengawasi
secara ketat pelaksanaan pemilu, mulai dari tahap awal pendaftaran atau
penyaringan nama-nama bakal calon kepala daerah sampai saat pemilihan
berlangsung. Jika ada yang terbukti melakukan praktik politik uang, pihak-pihak
yang berkepentingan harus dengan tegas memberikan sanksi. Misalnya sanksi hukum
dan calon tidak diperbolehkan untuk ikut dalam proses pilkada/pemilu.[5]
[1] Rosady Ruslan. Etika
Kehumasan Konsepsi & Aplikasinya. (Jakarta: RajaGrafindo Persada) h. 29
[2] Prof. Dr. Ahmad
Amin. Etika (Ilmu Akhlak). (Jakarta: Bulan Bintang) h. 15
[3] Tim Penyusun MKD
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila.
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press) h. 279-280
[4]
Lihat http://m.kompasiana.com/post/read/624763/3
[5]
Lihat
http://horduka.blogspot.com/2011/01/politik-uang-dalam-pilkada-langsung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar