trima kasih sudah mampir di blog saya dan jangan bosan mampir yaaa

Kamis, 03 Desember 2015

Pandangan Pancasila Sebagai System Etika Dalam PEMILU

Pandangan Pancasila Sebagai System Etika
Dalam PEMILU

Menurut Suseno (1987), Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani yaoitu “etos” yang berarti adat istiadat aau kebudayaan. Etika erat kaitannya dengan tata cara hidup, kebiasaan hidup yang baik di anut dan di wariskan dari generasi ke generasi. Etika seringkali disebut dengan moral, padahal kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Moral berasal dari bahasa Latin “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “mores” yang memiliki arti kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari hal-hal yang buruk.[1]

Etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji persoalan benar dan salah, baik buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lain.[2] Sedangkan, moral merupakan suatu ajaran yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang memiliki peranan penting di semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dan pancasila memiliki andil besar dalam perwujudan suatu system etika yang baik di negara Indonesia ini, yaitu beretika disetiap perbuatan kita yang sejatinya tercantum dalam pancasila sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Adapun penjabaran mengenai nilai-nilai dasar pancasila, sebagai berikut:[3]
1.    Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
2.    Nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3.    Nilai Persatuan Indonesia, mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Republik Indonesia.
4.    Nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengandung arti suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
5.    Nilai Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniyah.
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011 Pasal 1 angka 1, pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, ragasia, jujur dan adil dalam Negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewasanya, pancasila sebagai etika politik seharusnya menjadi dasar pada saat melakukan pemilihan umum (Pemilu), namun tidak pada kenyataannya. Sekarang etika politik tidak berlaku bagi para elit politik dan masyarakat pada saat pemilihan umum, yang kemudian melahirkan banyak penyimpangan-penyimpangan. Seperti calon pejabat dalam pemilu yang menggunakan cara politik uang (money politic) yang menjadi senjata bagi mereka guna mencapai ambisi dan keinginan mereka.
Tidak di pungkiri, bahwa maraknya aktivitas money politic dalam setiap perhelatan pemilu satu dekade belakangan ini, telah berdampak pada terbentuknya karakter pemilih pemilu yang menjadikan kebendaan semata seperti uang, beras, dan sejenisnya sebagai dasar dalam menyalurkan hak suara serta menentukan pilihan pada saat pemilu. Money politic masih saja terjadi dikarenakan para elite politik dilanda penyakit pragmatisme politik. Mereka masuk dalam jabatan-jabatan politik untuk mengabdi atau untuk mewujudkan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi mereka masuk untuk memperkaya diri, yang tidak kaya kemudian mencari status. Jadi semata-mata untuk kepentingan diri sendiri bahkan kelompok dan golongan.[4]
Sebab para petinggi Negara melakukan politik uang (money politic) yaitu persaingan yang ketat antara peserta calon petinggi, dimana banyaknya yang menjadi calon petinggi yang memiliki hasrat yang sama untuk menjadi pemimpim. Hal itu dilakukan agar mendapatkan simpati masyarakat atau mendapatkan suara rakyat.
Dampak yang terjadi dari adanya politik uang (money politic) adalah dapat merusak mental masyarakat, dimana hal itu mengajarkan kepada masyarakat untuk melakukan kebohongan atau ketidakjujuran dan kecurangan dalam berpolitik. Selain itu juga merusak system demokrasi atau system pemerintahan kita, dimana hal tersebut melanggar dan menyimpang jauh dari nilai-nilai pancasila.
Adapun berbagai alasan mengapa masyarakat menerima adanya penyimpangan-penyimpangan dalam politik, salah satunya adanya politik uang, yang terjadi yaitu rendahnya pendidikan sehingga wawasan mengenai etika berpolitik kurang, tingkat ekonomi yang rendah serta ketidakpedulian rakyat terhadap pemerintahan yang disebabkan kecewanya masyarakat akan janji-janji para petinggi Negara yang hanya isapan jempol saja.
Cara mengantisipasi praktik politik uang ini bisa saja dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai nilai-nilai pancasila lebih mendalam lagi. Misalnya dalam pemilu para masyarakat memilih calon-calon pemimpin berdasarkan hati nurani. Mengadakan sosialisasi anti politik uang dan pendidikan politik masyarakat, penyadaran serta pembelajaran politik dapat mencegah adanya politik uang.
Selain itu, dapat juga dengan mengawasi secara ketat pelaksanaan pemilu, mulai dari tahap awal pendaftaran atau penyaringan nama-nama bakal calon kepala daerah sampai saat pemilihan berlangsung. Jika ada yang terbukti melakukan praktik politik uang, pihak-pihak yang berkepentingan harus dengan tegas memberikan sanksi. Misalnya sanksi hukum dan calon tidak diperbolehkan untuk ikut dalam proses pilkada/pemilu.[5]



[1] Rosady Ruslan. Etika Kehumasan Konsepsi & Aplikasinya. (Jakarta: RajaGrafindo Persada) h. 29
[2] Prof. Dr. Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak). (Jakarta: Bulan Bintang) h. 15
[3] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. Merevitalisasi Pendidikan Pancasila. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press) h. 279-280
[4] Lihat http://m.kompasiana.com/post/read/624763/3
[5] Lihat http://horduka.blogspot.com/2011/01/politik-uang-dalam-pilkada-langsung.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar