A.
Konsep Kemandirian
Menurut
Masrun (1986:8) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang
untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak
original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai
rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.[1]
Menurut
Herman Holstein kemandirian adalah sikap mandiri yang inisiatifnya sendiri
mendesak jauh ke belakang setiap pengendalian asing yang membangkitkan swakarsa
tanpa perantara dan secara spontanitas yakni ada kebebasan bagi keputusan,
penilaian, pendapat, pertanggung jawaban tanpa menggantungkan orang lain.[2]
Pengertian
mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung
pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan
kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna
menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan
sesamanya (Antonius,2002:145).[3]
Kemandirian
secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya
mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain.
Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan
memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau
diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun
segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri,2000:53).
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan
dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat.[4]
Kemandirian
(kematangan pribadi) dapat didefinisikan sebagai keadaan kesempurnaan dan
keutuhan kedua unsur (budi dan akal) dalam kesatuan pribadi. Dengan perkataan
lain, manusia mandiri adalah pribadi dewasa yang sempurna.[5]
Menurut
Brawer yang dikutip oleh M Chabib Thoha mengartikan kemandirian adalah suatu
perasaan otonom. Sikap kemandirian menunjukkan adanya konsistensi organisasi
tingkah laku pada seseorang, sehingga tidak goyah, memiliki self reliance atau
kepercayaan diri sendiri.[6]
Seseorang yang mempunyai sikap mandiri harus dapat mengaktualisasikan secara
optimal dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
Pengertian
mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung
pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan
kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna
menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan
sesamanya (Antonius,2002:145).[7]
Jadi,
konsep kemandirian adalah suatu keadaan dimaana seseorang dapat bertindak atau
mengerjakan sesuatu tanpa meminta bantuan atau menggantungkan diri kepada orang
lain.
B.
Pribadi Guru yang Mandiri
Kepribadian
guru adalah suatu masalah yang abstrak hanya dapat dilihat melalui penampilan,
tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan setiap
guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai dengan ciri-ciri pribadi yang ia
miliki. Ciri-ciri tersebut tidak dapat ditiru oleh guru lain karena dengan
adanya perbedaan ciri inilah maka kepribadian setiap guru itu tidak sama.[8]
Namun terdapat batasan-baatasan atau kriteria guru yang mandiri.
Menurut
Sudarsono, manusia itu pribadi , ia mandiri, memiliki akal budi, tahu apa yang
akan dilakukan dan mengapa ia melakukan.
Kemudian dijabarkan sebagai kemampuan untuk menegakkan kehendaknya, menentukan
sendiri setiap perbuatannya, mampu
mengembangkan diri dan tampil
sebagai totalitas pribadi
yang mantap dan harmonis, juga memiliki pribadi yang
utuh.[9]
Kiranya
guru perlu mandiri terutama pada saat
berdiri menghadapi siswa yang beragam
baik sifat maupun kemampuannya. Guru pun harus mampu menentukan sesuatu yang
menjadi ranah tanggung jawabnya. Penebaran nilai positif yang dilakukan
secara mandiri oleh guru kepada
anak didiknya akan menjadi modal kemandirian siswa dalam menghadapi dunia
nyata di kelak kemudian hari.[10]
C.
Membentuk Guru yang Berkualitas dalam Kemandirian
Profesi pendidik merupakan profesi yang
sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, hal ini tidak lain karena posisi
pendidikan yang sangat penting dalam konteks kehidupan bangsa. Pendidik
merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas
pendidikan banyak ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan
tugasnya di masyarakat.[11]
Dengan mengingat hal tersebut, maka
jelas bahwa upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi pendidik (Guru)
menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu bangsa, meningkatnya kualitas
pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik proses maupun
hasilnya.[12]
Banyak sekali cara-cara untuk membentuk
guru yang berkuaalitas dalam kemandirian, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Guru yang mandiri mampu mengembangkan kreativitas dalam mempersiapkan desain
pembelajarannya sebagaimana diungkapkan Shapero bahwa kemandirian sebagai
akibat dari standart kreativitas yang
tinggi. Guru yang mandiri pada dasarnya mampu tampil dalam segala cuaca , mampu
mengambil sikap dalam situasi sekritis apa pun maka menurut Elliot dan Jacobson
dalam Mukhtar penampilan pribadi yang
merupakan factor bahwa seseorang memiliki sikap yang benar – benar mandiri
tidak sekedar berbasis pada peraturan yang telah berlaku.[13]
2) Guru harus memiliki tanggung jawab untuk bertindak. Pembuatan
seperangkat administrasi pembelajaran merupakan tanggung jawab guru yang mesti
dilakukan. Sekali pun guru memiliki
tanggung jawab untuk bertindak
yang berarti terkandung suatu kebebasan
akan tetapi nilai-nilai kehidupan tetap melekat erat pada diri seorang
guru. Sehingga tuntutan tugas dari
pengabdian seorang guru sering
berlawanan. Misalnya, dalam bekerja hendaknya santai namun harus selesai
dan tuntas, antara konflik pribadi namun
tetap harus rukun baik dengan siswa,
rekan seprofesi maupun terhadap atasan,
dan bebas dalam menentukan langkah namun penuh tanggung jawab.[14]
3) Guru harus memiliki semangat yang tinggi
dalam bekerja. Dalam melaksanakan panggilan jiwanya sebagai pendidik, guru
memang harus rela berkorban demi kemajuan dan peradaban siswanya. Apabila guru
bekerja hanya semata-mata mengharapkan
adanya penghasilan (reward ) maka segala gerak dan langkahnya akan diperhitungkan berdasarkan pendapatan yang akan diterimanya.[15]
Akibat
dari guru yang demikian ini siswa akan terbengkalai, tidak melakukan proses pembelajaran yang memadai. Sebaliknya, guru
yang diharapkan adalah guru yang dalam melakukan tugasnya didasarkan
atas motivasi yang tinggi, ikhlas mengabdi, semangat yang tinggi dan
mandiri. Guru yang demikian inilah sesungguhnya guru ideal.[16]
4) Guru harus memilki jiwa pendidik dan membekali diri sebagai guru yang terdidik. Artinya
memahami bahwa melaksanakan tugas sebagai guru mengandung tantangan yang tidak sederhana. Di satu
sisi harus menerima
siswa apa adanya di sisi lain harus mampu menyelami
alam pikiran siswa.[17]
Guru
hendaknya sanggup bersikap empatik, pencetus ide, menuntun dan memberikan
semangat kepada siswa untuk berkembang lebih jauh melakukan sesuatu yang baru dan memberikan
semangat kepada setiap siswa tanpa terpaku pada
tarap kemampuan intelektual atau tingkat motivasi belajarnya. Guru yang
mandiri akan tampil menyenangkan siswa karena ia kreatif dalam mencetuskan ide-ide baru.
Disamping
itu jiwa pendidik lainnya adalah sebagai evaluator, mampu memberikan hukuman
yang mendidik dan memberikan pujian yang menyemangatkan siswa. Hukuman
diberikan supaya siswa menghilangkan apa yang salah sedangkan pujian diberikan
supaya siswa mengulang kembali apa yang
tepat. Jiwa disiplin dalam kelas juga
harus dijaga. Maka guru yang baik pasti
melakukan hal ini dengan tujuan menciptakan suasana aman yang memungkinkan
siswa untuk belajar.
5) Guru harus memiliki ilmu kependidikan.
Dikaitkan dengan keberhasilan siswa dalam belajar, keberhasilan proses
pembelajaran dipengaruhi oleh kepiawaian
seorang tenaga pengajar. Efektivitas guru dan cara guru menopang usaha belajar
siswa inilah yang diharapkan tampak pada siswa.[18]
Menurut
Winkel, ada korelasi positif antara tenaga pengajar dengan keberhasilan siswa
dalam belajar antar lain : 1) kejelasan dalam mendampingi dan mengatur tugas
belajar, 2) variasi dalam penggunaan prosedur didaktif, 3) menunjukkan antusiasme dalam cara berbicara
dan bergerak, 4) perilaku yang membuat siswa berkonsentrasi pada tugas belajar yang dihadapi, dan 5)
menyelesaikan semua materi kajian yang nantinya akan menjadi bahan ujian dalam tes.[19]
Ketrampilan
didaktis yang dimiliki guru tercermin pada
kreativitas pengajarannya . Kreativitas pengajaran sendiri tergantung
dari cara guru menyajikan materi, cara guru memberikan pujian, cara
guru mengaktifkan siswa agar
merasa terlibat dalam proses
belajar dan cara guru
memberikan informasi kepada siswa
Hal-hal
yang berkaitan dengan ketrampilan didaktis
di atas kecuali harus dimengerti dan dipahami oleh seorang guru yang
terpenting harus diterapkan di dalam proses pembelajaran di sekolah. Apa
artinya dimengerti dan dipahami apabila tidak dilaksanakannya? Nah, untuk guru yang ideal, guru yang mandiri dan profesional tentu memegang teguh bahwa proses
pembelajaran di kelas menjadi inti pokok
tugas seorang guru dari sekian deret
tugas yang harus dilakukannya.
[1]
Lihat: http://tugasavan.blogspot.com/2010/10/kemandirian.html, pada: 15 Maret
2014
[2] Herman Holstein, Murid
belajar Mandiri, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1986, hlm. 23.
[3]
Ibid
[4] Ibid
[5] J.I.G. Drost, S.J,
Sekolah Mengajar atau Mendidik?, Kanisius, Yogyakarta, 2004, hlm. 39.
[6] M. Chabib Thoha, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 121.
[7] Ibid
[8] Roqib, Nurfuadi. 2009.
Kepribadian Guru. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Hlm.109
[9] http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2011/03/01/membentuk-guru-yang-berkualitas-dalam-kemandirian/
[10] Ibid
[11]
http://uharsputra.wordpress.com/pkb-guru/pengembangan-profesi-pendidik-guru/
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar