A.
Komponen-komponen Kurikulum
Zeis memandang bahwa pengembangan kurikulum
harus dimulai dengan menentukan landasan atau azas-azas pengembangannya sebagai
fondasinya, selanjutnya mengembangkan komponen-komponen kurikulum. Pengembangan
komponen-komponen inilah yang kemudian membentuk sistem kurikulum. Sistem
adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan. Kurikulum
merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.
Bagan diatas ini menggambarkan bahwa system
kurikulum terbentuk oleh 4 komponen yaitu, komponen tujuan, isi kurikulum,
metode atau strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Komponen tujuan
berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro rumusan
tujuan kurikulum erat hubungannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang
dicita-citakan. Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut
semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang
biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun
aktifitas dan kegiatan siswa.
Strategi berkaitan dengan upaya yang harus dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan. Strategi yang ditetapkan dapat berupa strategi yang
menempatkan siswa sebagai pusat dari setiap kegiatan, ataupun sebaliknya.
Strategi yang berpusat kepada siswa biasa dinamakan student centered; sedangkan
strategi yang berpusat pada guru dinamakan teacher centered. Strategi yang bagaimana yang dapat digunakan sangat tergantung kepada tujuan
dan materi kurikulum.
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat
efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat
berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, atau evaluasi digunakan bagai umpan balik dalam perbaikan strategi
yang ditetapkan.[1]
B.
Pengembangan Tujuan Kurikulum
Dalam kerangka dasar kurikulum,
tujuan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis,karena
akan mengarahkan dan mempengaruhi komponen-komponen kurikulum lainnya. Untuk
memahami komponen tujuan ini secara komprehentif, perlu diketahui terlebih
dahulu hierarki tujuan tersebut, berarti tujuan pendidikan nasional merupakan
tujuan yang menduduki posisi yang paling tinggi, sehingga menjadi “payung” bagi
tujuan-tujuan di bawahnya. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan
ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan
pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari
tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk
mencapai tujuan negara.[2]
Tujuan kurikulum merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh suatu
kurikulum. Karena itu tujuan dirumuskan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan
berbagai factor, seperti:
1.
Tujuan
pendidikan nasional, karena tujuan ini menjadi landasan bagi setiap lembaga
pendidikan.
2.
Kesesuaian
antara tujuan kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
3.
Kesesuaian
tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, untuk mana
tenaga-tenaga akan dipersiapkan.
4.
Kesesuaian
tujuan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam
kurikulum. Pertama, tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang
harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, dengan demikian perumusaan tujuan merupakan salah
satu komponen yang harus ada dalam sebuah kurikulum.
Kedua, melalui tujuan yang jelas, maka dapat membantu para
pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan
akan membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan ttujuan
yang jelas dapat memberikan arahan kepada guru dalam menentukan bahan atau
materi yang harus dipelajari, menentukan metode dan strategi pembelajaran,
menentukan alat, media, dan sumber pembelajaran, serta merancang alat evaluasi
untuk menentukan keberhasilan belajar siswa.
Ketiga, tujuan kurikulum jelas dapat digunakan sebagai kontrol
dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui
penetapan tujuan, para pengembang kurikulum termasuk guru dapat mengontrol
sampai mana siswa telah memperoleh kemampuan-kemampuan sesuai tujuan dan
tuntutan kurikulum yang berlaku.
1. Klasifikasi Tujuan
Menurut Bloom, dalam bukunya Taxonomy of
Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga
klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotor.
a.
Domain Koginitif
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan
kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6
tingkatan, yaitu :
1)
Pengetahuan
(knowledge).
Pengetahuan
adalah tingkatan tujuan kognitif yang paling rendah. Tujuan ini berhubungan
dengan kemampuan untuk mengingat informasi yasng sudah dipelajari, seperti
misalnya mengiangat tokoh proklamator Indonesia.
2)
Pemahaman
Pemahaman
lebih tingkatannya dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat
fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan,
menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan
pemahaman ini bisa pemahaman terjemahan, pemahaman menafsirkan, ataupun
pemahaman ekstrapolasi.
3)
Penerapan
Tujuan
ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang
sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil, hukum, konsep, ide dan lain
sebagainya ke dalam situasi baru yang kongkret.
4)
Analisis
Analisis
adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran ke dalam
bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubungan antarbagian bahan itu. Analisis
merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan
dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan
menerapkan. Analisis berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu
biasanya analisis diperuntukkan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk
siswa-siswi tingkat atas.
5)
Sintesis
Sintesis
adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan yang
bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari
berbagai informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis.
6)
Evaluasi
Tujuan
ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan
maksud atau kriteria tertentu.
b.
Domain Afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap,
nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan
kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang hanya akan memiliki sikap
tertentu terhadap sesuatu objek manakala telah memiliki kemampuan
kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl, dkk. (1964), dalam bukunya Taxonomy
of Educational Objectives: Affective domain, domain afektif memilki tingkatan
yaitu:
1)
Penerimaan,
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala,
kondisi, keadaan atau suatu masalah.
2)
Merespons. Merespons
atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan tertentu seperti, kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu,
kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membanu orang lain, dan lain
sebagainya.
3)
Menghargai, Tujuan
ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada
gejala atau subjek tertentu.
4)
Mengorganisasi, Tujuan
yang berhubungan dengan organisasi berkenaan dengan pengembangan nilai ke dalam
sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antarnilai dan tingkat prioritas
nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai, yaitu memahami
unsur-unsur abstrak dari auatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai
yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu
mengembangkan suatu nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan bulat
termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5)
Karakterisasi
nilai, Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem
nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya
itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan pedoman dalam
bertindak dan berperilaku.
c.
Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang
berhubungan dengan kemampuan keterampilan seseorang. Ada enam tingkatan yang
termasuk ke dalam domain ini:
1)
Gerak refleks
2)
Keterampilan dasar
3)
Keterampilan perseptual
4)
Keterampilan fisik
5)
Gerakan Keterampilan
2. Hierarkis Tujuan
Dilihat dari hierarkisnya tujuan pendidikan
terdiri atas tujuan sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan
dapat diukur. Tujuan tersebut sebagai berikut :
a.
Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan umum yang syarat dengan
muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan
pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara
pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik
pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun
nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku
yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang
dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-undang.
Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang
bersumber dari sistem nilai pancasila dirumuskan dalam Undang-undang No. 20
tahun 2003, pasal 3, yang merumuskan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
b.
Tujuan Institusional/SKL
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai
oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat
didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimilki oleh setiap siswa setelah
mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan
tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan,
seperti misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan
jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 dijelaskan Standar kompetensi
lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan
menengah umum bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan
menengah kejuruan bertuuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar Kompetensi Lulusan pada jenjang pendidikan tinggi
bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap
untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni, yang
bermanfaat bagi kemanusiaan.
c.
Tujuan Kurikuler/SK
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikulum dapat didefinisikan
sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik stelah mereka menyelesaikan
suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Pada peraturan
Pemerintah pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenjang pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas:
a.
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia;
b.
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian;
c.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi;
d.
Kelompok mata pelajaran estetika; dan
e.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan.
d.
Tujuan Pembelajaran Umum/Instruksional/KD
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran
merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan
(kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa
setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Menjabarkan tujuan
pembelajaran ini adalah tugas guru, oleh karena itu sebelum guru melakukan
proses belajar mengajar dia perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus
dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran. Ada empat
komponen pokok yang harus nampak dalam rumusan indikator atau tujuan
pembelajaran sebagaimana digambarkan dalam pertanyaan berikut:
1)
Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat
mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu?
2)
Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana
yang diharapkan dapat dicapai itu ?
3)
Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu
dapat ditampilkan ?
4)
Seberapa jauh hasil belajar itu bisa
diperoleh?.
Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan
tujuan pembelajaran, maka sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung
unsur ABCD, yaitu audience ( siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior
(perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam
kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai
hasil belajar yang telah diperoleh), Degree (kualitas atau kuantitas tingkah
laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).[5]
Hierarki tujuan pendidikan secara utuh dapat dilihat
dalam kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1994
yang bersifat goal oriented; sedangkan dalam kurikulum 2004 atau kurikulum
berbasis kompetensi (competency-based curriculum) dikenal dengan istilah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran,
Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Bedanya, kalau tujuan harus
‘dicapai” oleh peserta didik, sedangkan Kompetensi harus “dikuasai” oleh peserta
didik. Istilah “dikuasai” mengandung implikasi yang lebih berat bagi guru
dibandingkan dengan istilah “dicapai”, karena peserta didik bukan hanya
memperoleh pengetahuan saja, tetapi harus dapat menerapkannya dengan baik,
diikuti dengan sikap yang positif.[6]
C.
Pengembangan Komponen/ Isi Materi
Isi atau materi kurikulum pada hakikatnya
adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka
mencapai tuuan pendidikan. Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Logika, yaitu pengetahuan tentang
benar salah, berdasarkan prosedur keilmuan, (2) Etika, yaitu
pengetahuan tentang baik-buruk, nilai, dan moral, (3) Estetika, yaitu
pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni.
Berdasarkan pengelompokan kurikulum tersebut,
maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut: (a) Mengandung bahan kajian atau topik-topik yang
dapat dipelajari peserta didik dalam proses pembelajaran, dan (b) Berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata
pelajaran, dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Disamping prinsip-prinsip tersebut, pengembang
kurikulum hendaknya juga memperhatikan aspek-aspek yang ada dalam isi
kurikulum, yaitu.
1.
Teori, yaitu seperangkat konstruk atau konsep,
definisi atau preposisi yang saling berhubungan
2.
Konsep, yaitu suatu abstraksi yang dibentuk
oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan.
3.
Generalisasi, yaitu kesimpulan umum
berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari hasil analisis, pendapat atau
pembuktian dalam penelitian,
4.
Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada
dalam materi yang menghubungkan antara beberapa konsep,
5.
Prosedur, yaitu serangkaian langkah-langkah
yang berurutan yang ada dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa,
6.
Fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam
materi yang dipandang mempunyai kedudukan penting
7.
Contoh atau ilustrasi, yaitu sesuatu hal atau
tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas, sehingga suatu uraian
atau pendapat menjadi lebih jelas dan mudah dimengerti oleh pihak lain,
8.
Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang suatu hal, suatu kata dalam garis besarnya,
9.
Istilah, yaitu kata-kata perbendeharaan yang
baru dan khusus, yang diperkenalkan dalam materi
10.
Preposisi, yaitu suatu pernyataan atau
pendapat yang tidak perlu diberi argumentasi.
Pemilihan isi kurikulum mempertimbangkan
kriteria sebagai berikut: (a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (b) Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (c) Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara,
baik untk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan (d) Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada umumnya organisasi isi atau materi
kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran dan atau bidang studi yang
tertuang dalam struktur kurikulum sesuai dengan tujuan institusional
masing-masing. Ada beberapa jenis struktur kurikulum, yaitu:
1.
Pendidikan umum (general education), yaitu
program pendidikan yang bertujuan membina mahasiswa agar menjadi warga negara
yang baik. Sifat pendidikan umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa
pada semua lembaga pendidikan dan tingkatannya. Bidang studi-bidang studi yang
termasuk dalam kelompok pendidikan umum, misalnya Pendidikan Agama, PPKN, Olah
Raga-Kesehatan, Kesenian, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
2.
Pendidikan akademik (academic education),
yaitu program pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
intelektual sehingga diharapkan peserta didik memperoleh kualifikasi
pengetahuan yang profesional menurut tuntutan ilmu masing-masing. Tujuannya
adalah untuk memberikan bekal kepada lulusan agar dapat melanjutkan studi ke
lembaga yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik ini adalah permanen dan
menggambarkan pola pikir menurut disiplin ilmu masing-masing. Bidang studi yang
termasuk kelompok pendidikan akademik, antara lain IPA, IPS, Matematika, dan
Bahasa inggris.
3.
Pendidikan kecakapan hidup (life skill
education),program pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan
keterampilan tertentu, sebagai bekal peserta didik di masyarakat. Sifat
pendidikan ini temporer, artinya sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan
keperluan. Demikian juga afektif, artinya setiap peserta dapat memilih jalur
keterampilan yang diinginkannya, seperti keterampilan dibidang jasa, pertanian,
perikanan, dan perbengkelan.
4.
Pendidikan kejuruan (vocational education),
yaitu program yang mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh keahlian atau
pekerjaan tertentu sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya. Pendidikan
kejuruan ini lazimnya terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan, bukan pada
sekolah umum (SMP dan SMA). Misalnya, untuk SMK ada kelompok bidang studi
ekonomi dan kelompok bidang-bidang studi teknik. Kadar bobot setiap struktur
kurikulum untuk setiap lembaga pendidikan tidak sama, baik dalam hal jumlah jam
pelajaran maupun dalam jumlah mata pelajaran atau bidang studinya.[7]
[1] Wina Sanjaya.Kurikulum dan Pembelajaran.
(Jakarta:kencana.2008), hal.100.
[2] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011).
hal.82.
[3]
Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 122-123
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran. (Jakarta: Kencana.2008), hal. 101-105.
[5] Ibid.,
107-112.
[6] Zainal Arifin,
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), hal. 83.
[7] Ibid., hal.
88-92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar